Kemenlu Terima Laporan soal Dugaan TPPO di Kamboja: Korban Sakit Kronis hingga Meninggal Dunia


 Kementerian Luar Negeri merespons kabar dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Seorang anak dari driver ojek online bernama Handi Musaroni diduga menjadi korban TPPO, gaji tak dibayar perusahaan, sakit kronis, hingga meninggal dunia.  

“KBRI Phnom Penh dan Dit. PWNI telah menerima pengaduan dan menangani kasus jenazah almarhum Handi Musaroni. Berdasarkan keterangan otoritas Kamboja, penyebab kematian adalah serangan jantung,” kata Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Roy Soemirat saat dihubungi pada Rabu, 11 September 2024. 

Roy mengklaim KBRI Phnom Penh telah berupaya untuk menelusuri perusahaan tempat Handi bekerja. Dia menyebut perusahaan memiliki tanggung jawab untuk  memulangkan jenazah. 

“Namun hingga saat ini perusahaan tidak dapat dihubungi,” kata dia. Saat ini jenazah masih disimpan di Yim Funeral House yang difasilitasi oleh KBRI.

Sementara itu, Roy menyebut KBRI telah berkomunikasi dengan keluarga Handi. Dia mengklaim KBRI akan mengupayakan pemulangan jenazah. 

“Dengan prosedur yang berlaku, serta sesuai dengan prinsip mengedepankan pihak-pihak yang bertanggung jawab,” kata dia. 

Anak dari seorang pengemudi ojek online, Handi Musaroni, diduga menjadi korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) di Kamboja. Melawat ke negeri orang dengan harapan meraup pundi dan mengubah nasib, anak Siti Rahmah kini tinggal nama. 

“Saya berusaha mencari bantuan ke mana-mana termasuk mencari tahu bagaimana cara memulangkan jenazah anak saya yang kemudian saya ketahui menjadi korban perdagangan orang,” kata  Siti Rahmah yang diceritakan kembali oleh Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia leily Pujiati pada Selasa, 10 September 2024. 

Rahma bercerita putranya telah berangkat bekerja ke Kamboja pada 16 Mei 2024. Tiba di negara berjuluk Negara Angkor Wat itu, Handi sempat mengirimkan lokasi perusahaan tempat ia bekerja. Namun, Rahma enggan menyebutkan nama perusahaan itu. 

“Dari share lokasi yang dibagikan anak saya melalui Whatsapp, saya ketahui lokasinya berada di dekat Tuol Sangke, Phnom Penh, Kamboja,” kata Rahma. 

Awal bekerja di sana, Rahma mengaku komunikasi dengan putranya yang berusia 24 tahun itu masih berjalan baik. Namun, sebulan setelahnya ia mendapat kabar tak enak dari Handi. 

“Sampai saya mendapatkan kabar via phone dari anak saya kalau dia sedang sakit lambung atau liver kronis pada tanggal 16 Agustus 2024 jam 11.00 WIB,” kata dia. 

Ia mengatakan Handi menyelipkan pesan bahwa dirinya ingin pulang ke Indonesia. Namun, keinginan itu pupus karena tak ada biaya untuk perjalanan ke tanah air.  

“Namun karena gajinya tidak dibayar oleh perusahaan tempatnya bekerja, maka dia tidak mempunyai biaya untuk pulang,” kata dia. 

Tak sampai menyundul 24 jam, Rahma mendapat kabar melalui adiknya kalau Handi telah meninggal dunia. Adik Rahma mendapat informasi Handi mangkat dari team leader perusahaan tempat anaknya bekerja. 

“Saya dapat informasi melalui adik saya pada tanggal 16 Agustus 2024 bahwasanya anak saya sudah dalam kondisi meninggal dunia,” kata dia. 

Kini jenazah Handi berada di rumah duka Yim Undertaker Cambodia.  Alamatnya di Steung Meanchey Pagoda, Monireth Blve Nomor 217, Sangkat Steung Meachey, Khan Meanchey, Phnom Penh, Kamboja. 

Senyampang itu, Rahma bergegas meminta pertolongan ke Kedutaan Besar Indonesia di Kamboja pada 19 Agustus dan 10 September 2024. Dia ingin pihak kedutaan membantu kepulangan jenazah Handi. 

“Untuk mengetahui keberadaan jenazah sekaligus meminta bantuan pihak Kemenlu untuk kepulangan jenazah anak saya,” kata Rahma. 

Meski demikian, ia mengaku dibuat gigit jari dengan jawaban dari Kementerian Luar Negeri atau kedutaan Indonesia di sana. Menurut dia kedutaan Indonesia justru meragukan anaknya menjadi korban TPPO. 

“Namun usaha saya tidak mendapatkan hasil jawaban yang baik. Kemenlu mengatakan bahwa jika benar anak saya korban perdagangan orang maka saya harus bisa membuktikannya,” kata dia. 

Tak hanya itu, Rahma mengaku pihak kedutaan justru mengatakan jika dirinya tak bisa membuktikan Handi korban TPPO, ia harus membayar sendiri biaya kepulangan almarhum. Untuk memulangkan jenazah Handi, Rahma menyebut mesti mengeluarkan uang sebesar Rp120-200 juta. 

“Dari mana saya bisa mendapatkan uang sebesar 120 juta sampai 200 juta rupiah ketika untuk makan aja susah,” kata dia. 

Atas kondisi itu, Rahma berharap pemerintah Indonesia dan semua pihak pihak untuk membantu memulangkan jenazah anaknya. Selain itu, bantuan itu juga ia harapan untuk bisa memfasilitasi administrasi pengurusan jenazah Handi. 

“Saya memohon dengan sangat kepada pemerintahan Indonesia dan semua pihak yang terkait agar kiranya berkenan untuk membantu saya memulangkan jenazah anak saya,” kata dia. 

Sementara itu, Ketua Serikat Pekerja Angkutan Indonesia Leily Pujiati mengatakan saat ini organisasinya juga sedang menggalang donasi untuk membantu Rahma. Dalam waktu dekat, serikatnya juga akan menggelar aksi untuk mendesak pemerintah Indonesia merespons peristiwa ini. 

“Kami akan turun jalan aksi solidaritas,” kata dia. 

Sumber : Tempo.co

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel